Rabu, 09 Mei 2018

Mama

MAMA


Kukirimkan sepotong senja jingga untukmu
lewat angin dam deburan ombok saat matahari terbenam dalam peraduan dan cahaya keemasan

Karena aku tahu dunia ini, Semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengarkan kata- kata orang lain
Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah orang lain mendengarnya

Sebuah dunia yang kelebihan kata-katanya tanpa makna
Kata-kata yang sudah tak dibutukan lagi
Setiap Kata bisa diganti arti, setiap arti bisa digantikan maknanya.
Sayang...

Dengan kemerah-merahan langit dan sepoi-poi angin aku persembahkan senja jingga ini untukmu mama.


Oleh: Apry Epoha Tebay
Semarang, 09-05-2018


Kehancuran


Kehancuran terjadi karena ulam manusia yang tak kompromi.

Jarak yang semakin melebar
Menganga seperti mulut yang lapar
Siap menelan semua kisah
Tentang kasih dan sejarah

Masih mampukah kita bicara dengan kata
Atau harus berlayar di lautan darah
Untuk apa?

Dan jika busur busur direntangkan
Anak anak panah dilepaskan
Siapakah yang akan menanggung beban?
Akan cukupkah airmata dan do'a
Menebus sebuah kehancuran?

Oleh: Tigi Benediktus
Port Numbay, 09-05-2018

Penderitaan Rakyat, Sebab Hak-hak Kodrat Mereka Di Bunuh Oleh Pemerintah


Birokrasi Pemeritah saat ini, melihat penderitaan rakyat semakin meningkat. Permasalahan tersebut, Pemerintah melihat dengan kepala mata mereka sendiri namun pemeritah tak peduli terhadap penderitaan Rakyat tersebut.

Disinilah antara pemerintah dan rakyat sipil terjadi diskontoroversial. Bila penderitan rakyat itu tanpa Demokratis bagi rakyat sipil, maka tidak salah, kalau rakyat bertindak  melawan pemerintah kini. Kenapa Mereka bertindak melawan pemerintah? Untuk apa mereka bertindak?
Apa harapan mereka  bila Rakyat bertindak dengan kekerasan terhadap pemerintah kini? Apabila Rakyat sipil menjadi korban penderitaan karena pemerintah,  maka ada solusi pula yang  musti diberikan oleh pemerintah kepada rakyat. Self Determination adalah jawaban tepat dari semua bentuk masalah yang dihadapi oleh rakyat Papua. 

Pemerintah juga musti memahami indikator Rakyat sipil yang mengaku dirinya korban penderitaan, selain itu pemerintah juga mesti memenuhi permintaan rakyat, seperti apa kerinduan rakyat. Kalau demikian maka hidup itu aman damai dan kondusif di negeri mereka sendiri. Salam Revolusi. 

 Oleh, Aleks Waine
 


Selasa, 08 Mei 2018

Di Gubuk, Kehampaan Menghampiri

Ilustrasi gubuk hampa/Foto Google

Tempat kita bercanda tampak sunyi
Pondok yang kau buat dan tinggalkan semakin hampa
Dan jiwa kibar dulu seakan berlalu bersama kepergian dirimu.

Canda tawa masih membekas di dalam pikir dan hati
Bahkan bayangmu semakin tak hilang di setiap langka kaki ini

Ingin bersama adalah keinginang hati yang tinggi
Ingin terus bercanda bersama dalam sebuah kerinduan yang akan selalu menyakiti hati
Bahkan saat datang di kediamanmu hanya bisa mengenang semua kenangan yang kau tinggalkan.

Malaikat pencabut nyawa itu memang bangsat
Kenangan yang kau tinggalkan adalah virus yang selalu menyebar dalam alam pikir, menyakitkan.

Sebab keingin untuk tinggal bersamamu lebih lama terlalu tinggi
Namun waktu selalu berubah dan berlalu dan kau pun pergi tinggalkan luka yang sulit aku obati sendiri.

Rasanya tidak bisa menerima kenyataan ini,
Namun orang berkata ini adalah takdir
Dan kepergianmu adalah waktumu

Sungguh aku benci orang yang berkata demikian
Tapi apalah daya mungkin itu betul, tapi seharusnya bukan saat-saat begini

Dalam setiap langka ini mestinya ada engkau
Agar semua gelisa ini bisa kita akhiri bersama seperti katamu dalam setiap doa untuk bebas

Ketika langka kaki ini terhenti di simpangan,
Sudah pasti kau ada dan melanjutkan perjalanan ini bersama

Ketika berada di perempatan jalan
Sudah pasti kau ada dan memberitahukan jalan mana yang kita lalui

Ketika semangat melemah
Sudah pasti kau ada dan terus memberikan energy semangat enam satu.

Dan saat mati rasa,
kau terus tumbuhkan jiwa-jiwa berontak demi nasip anak cucu diatas negeri kita ini.

Namun semua itu telah berlalu bersama kepergianmu. Bapa, bapa.. Bapaaaaaaa.

Saat kau tak lagi di sini
Aku bagai daun kering yang jatuh dari pohon
Terombang-ambing terbawa angin tampa arah yang jelas

Dekat gunung hidung,
Dua mata air ini selalu mengalir tak henti
AKu mengharapkan kau berada disamping, bercerita dan bercanda bersama, dan memberikan energi tubuh untuk terus melalukan perlawan ini terhadap musuh kita bersama.
Seperti sebelumnya.

Disini, digubuk yang kau tinggalkan guru
Sekertaris kepala suku kamuu di nabire
Kehampaan menghampiri
Rindu engkau.

Karya: Che De Goo
Nabire, 07-05-2018

Untukmu Guru (Gabriel Goo)

Ilustrasi Guru sedang mengajar/Foto Google
 UNTUKMU GURU
 (GABRIEL GOO)

Tak menyangka kau telah pergi
Meninggalkan canda tawamu di gubuk
Tinggalkan manis pahit yang pernah ada

Sejarah itu masih ada dalam hati
Seni tempo dulu masih membekas disini
Rauk majahmu masih mengintip selah-selah jiwa
Ajaranmu tebayang dalam ingatan
Dan jiwahmu, selalu akan hadir dalam jiwa kami

Kita telah berpisah secara tubuh
Tetapi, tidak dengan jiwa
Kita telah berbisah dari rumah
Tetapi, tidak dengan sejarah
Kita telah berpisah dari seni
Tetapi, tidak dengan ajaranmu

Kau akan terus abadi dalam jiwa
Kau akan ada dalam jiwa kami
Kau Patriot yang akan terus ku kenang
Dalam jiwa, hati yang paling dalam.

Dari Muritmu, Che Goo
Nabire, 04-05-2018

Senin, 07 Mei 2018

Seorang Guru di Nabire Berharap Pemerintah Mesti Bersikap Antisipatif

Nabire, JNP - Untuk mengantisipasi terjadinya persoalan, khususnya di bidang pendidikan akibat keterlambatan pembayaran hak guru yang terjadi beberapa waktu lalu di Nabire yang mengakibatkan mogok mengajar, pemerintah mesti kerja efektif.

Untuk itu, Emanuel Goo, seorang guru di Nabire berharap semoga pemerintah kabupaten Nabire kedepan mesti mengantisipasi sebelum terjadi persoalan yang pada akhirnya merugikan anak didik yang adalah generasi penerus bangsa.

"Jika ada kekurangan data atau berkas, maka segera diupdate supaya tidak bertumpukan," katanya berharap.

Lanjutnya, setelah mogok mengajar beberapa hari, sudah 2 minggu kegiatan belajar mengajar kembali berjalan normal karena tuntutan para guru dikabulkan pemerintah.

Relakah Kita

Ilustrasi Foto Honaratus Pigai, yang sedang memandang alam sekitarnya/doc.pribadi 
Relakah Kita

Di negeri ini kita dilahirkan, dibesarkan,
di negeri ini kita menghirup udara,
di negeri ini kita meminum air pemuas dahaga, ,
di negeri kita disuguhkan melimpahnya kekayaan alam,
relakah kau jika alam dan manusia direnggut habis.

Para kapitaslis pemuja kemewahan,
para pembunuh iblis pencabut nyawa,
adalah dalang utamanya.

Haruskah kita tertunduk diam membisu,
dilarangkah kita maju melawan,
relakah kita duduk menyaksikannya.

Bersatu melangkah,
runtuhkan iblis-iblis pencakar bumi,
tumpas iblis-iblis pencabut nyawa,
hidup damai sejahtera milik kita.


Honaratus Pigai
Papua, 12/03/16

muye_voice@fwp